Sunday 25 December 2011

KASUS ETIK : Pengambilan Keputusan Pada Pasien dan Informed Consent

Subyektif :
     Pasien G1P0A0 mengaku hamil 2 bulan datang dengan keluhan pendarahan dari jalan lahir sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya darah hanya berupa bercak-bercak warna merah segar. Numun 7 jam SMRS bercak darah disertai keluarnya gumpalan merah seperti daging.
      Pasien juga mengeluh mulas-mulas. Pasien mengaku mendapat haid terakhir tanggal 18 maret 2011.  Riwayat berhubungan terakhir dengan suami 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, riwayat trauma disangkal, riwayat keputihan (+) sejak 2 minggu SMRS.
      Selama ini pasien hanya satu kali berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga : ( - )
Riwayat Pernikahan : Pertama kali, dengan suami sekarang sudah menikah 1 tahun.
Riwayat Kontrasepsi : tidak pernah menggunakan kontrasepsi
Keterangan : Pasien datang hanya diantar oleh ibu dan kakak laki-lakinya, suami pasien sedang melaut diperkirakan baru pulang sekitar 5 hari lagi dan tidak bisa dihubungi. Sehingga saat akan dilakukan informed consent tindakan medis atas pasien terjadi kebingungan pada pasien. 

Objektif :

      Berdasarkan pemeriksaan di VK, didapatkan hasil berupa :

Pasien tampak lemah

KU : Tampak Sakit Sedang                     Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

TD = 100/70 mmHg     ; P = 20x/menit   ; N = 90x/menit     ; S= 36,70C



Pemeriksaan generalis :

Kepala : rambut berwarna hitam  merata

Mata : Si -/-, Anemis -/-, RCL +/+, RCTL +/+

Cor : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : SN vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : datar, supel, Nyeri tekan (-), Bising Usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat +/+,  CRT  < 2’’



Status Ginekologis :

Abdomen : Tinggi fundus uteri  : dua jari di atas simfisis

Inspeculo : Flour (+), Fluxus (+), ostium uteri externa terbuka 1-2 cm, jaringan (+)

Pemeriksaan VT: vulva/vagina tak ada kelainan, portio tebal lunak, pembukaan 1-2 cm, teraba jaringan.


Assessment :
      Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah G1P0A0 Hamil 8 Minggu dg Abortus Inkomplit.
      Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa. Pasien   G1P0A0 hamil 2 bulan datang dengan keluhan pendarahan pervaginam sejak 4 hari, 7 jam SMRS bercak darah disertai keluarnya gumpalan merah seperti daging. mulas-mulas (+).
      HPHT tanggal 18 maret 2011.  Riwayat kontak sexual 1 minggu SMRS, riwayat trauma disangkal, riwayat keputihan (+) sejak 2 minggu SMRS.
Hal ini sesuai dengan definisi abortus, yaitu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di laur kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
      Pada kasus ini diagnosis mengarak ke abortus inkomplit karena dari anamnesis didapatkan data :Perdarahan pada trimester pertama kehamilan, darah biasa berupa bercak-bercak, disertai dengan mulas atau nyeri pinggang dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
Dari anamnesis juga didapatkan kemungkinan penyebab abortus pada pasien yaitu keputihan. Seperti diketahui bahwa abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
Faktor Janin : gangguan pertumbuhan, gangguan kromosom
Faktor Ibu : Infeksi (keputihan, infeksi kronis), serviks inkompeten, hipertiroid, diabetes melitus, defek uterus.

      Pada pemeriksaan fisik diperoleh data, tanda vital pasien masih baik. TD = 100/70 mmHg     ; P = 20x/menit   ; N = 90x/menit     ; S= 36,70C dengan sedikit penurunan tekanan darah. Status ginekologis : Abdomen : Tinggi fundus uteri  : dua jari di atas simfisis. Inspeculo : Flour (+), Fluxus (+), ostium uteri externa terbuka 1-2 cm, jaringan (+). Pemeriksaan VT: vulva/vagina tak ada kelainan, portio tebal lunak, pembukaan 1-2 cm, teraba jaringan. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Diagnosis abortus inkomplit diperkuat dengan bukti pemeriksaan fisik ditemukan flour dan fluxus, portio terbuka, dan ditemukan jaringan di jalan lahir. Jenis abortus lain dapat disingkirkan, karena pada abortus iminens, insipiens dan komplit tidak ditemukan jaringan pada jalan lahir.

Plan :
Penatalaksanaan : Pada kasus abortus penanganan utama adalah stabilisasi tanda vital atau resusitasi jika terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan masif dan  tatalaksana yang harus dilakukan pada pasien dengan abortus inkomplit yaitu evakuasi berupa tindakan kuretase, untuk mengeluarkan sisa jaringan buah kehamilan. 
      Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini berupa antibiotika sebagai terapi profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi yang mungkin terjadi akibat tindakan kuretase yang dilakukan.
Selain itu diberikan juga golongan NSAID sebagai analgetik untuk mengurangi nyeri post kuretase.
      Komplikasi abortus yang dapat terjadi pada fase akut adalah perdarahan hebat yang dapat menyebabkan syok sampai kematian. Komplikasi jangka panjang umumnya berupa infeksi dan jaringan sisa dalam uterus.
      Pada kasus abortus inkomplit pada umumnya masih terjadi perdarahan aktif akibat masih terdapat sisa konsepsi di dalam uterus, sehingga perlu dilakukan tindakan medis berupa kuretase segera agar tidak sampai terjadi anemia dan syok hipovolemik.
Untuk melakukan tindakan medis, diperlukan infomed consent. 


      Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan  kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Seorang pasien yang berhak memutuskan tindakan medis atas dirinya adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran  perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.
      Pada kasus ini pasien setelah dijelaskan mengenai kondisinya dan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya, pasien mengalami kebingungan karena suami pasien sedang melaut diperkirakan baru pulang sekitar 5 hari lagi dan tidak bisa dihubungi, Sehingga pasien meminta kakak dan ibu kandungnya sebagai penanggung jawab atas dirinya.  Hal ini dibolehkan, jika tidak ada suami, pengambilan keputusan bisa diserahkan kepada orang tua atau kakak kandung. Sesuai  Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. Pada bab 1 Mengenai Ketentuan Umum, Pasal 1 yang berisi : Keluarga terdekat adalah suami atau  istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
      Dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008 juga dijelaskan pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
 

     Dalam memberikan informed consent ada empat prinsip etika yang mendasari:

(Justice salah satu prinsip etik kedokteran)
1. Respek terhadap otonomi (respect for autonomy)
2. Tidak menyebabkan yang buruk (non-maleficence)
3. Kemaslahatan (beneficence)
4. Keadilan (justice)

     Keempat prinsip ini bersifat “prima facie”, berarti: Suatu prinsip yang mengikat, kecuali apabila prinsip tersebut mempunyai konflik dengan prinsip lain. Apabila terdapat konflik, kita harus memilih di antara keduanya.




Selain 4 prinsip ini, sering juga ditambahkan:
5. Harga diri (dignity)
6. Kebenaran dan kejujuran (truthfulness and honesty)


Penjelasan keenam hal di atas:
1. Menghargai Otonomi
    Dalam semua proses pengambilan keputusan, dianggap bahwa keputusan yang dibuat setelah mendapatkan penjelasan itu dibuat secara sukarela dan berdasarkan pemikiran rasional. Di dalam dunia kedokteran, dokter menghargai otonomi pasien berarti bahwa  pasien mempunyai kemampuan untuk berlaku atau bertindak secara sadar dengan pengertian penuh, dan tanpa pengaruh-pengaruh yang bisa menghilangkan kebebasannya.
2. Tidak menyebabkan yang buruk (non-maleficence).
    Di dalam prinsip ini, dokter tidak boleh secara sengaja menyebabkan perburukan atau cedera pada pasien, baik akibat tindakan atau tidak dilakukannya tindakan.
3. Kemaslahatan.
    Adalah kewajiban petugas kesehatan untuk memberikan kemaslahatan, kebaikan, kegunaan bagi pasien, dan juga untuk mengambil langkah positif mencegah dan menghilangkan cedera dari pasien.
4. Keadilan.
     Keadilan di dalam pelayanan dan riset kesehatan digambarkan sebagai kesamaan hak bagi pasien-pasien dengan kondisi yang sama. Di dalam informed consent, penjelasan bagi pasien harus diberikan sampai dengan pengobatan yang mungkin saja tidak terjangkau atau tidak dilindungi pihak asuransinya.
5. Harga Diri.
    Pasien, dan dokter mempunyai hak atas harga dirinya. Sehingga dalam hubungan dokter-pasien harus saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing.
6. Kebenaran dan Kejujuran.
    Kebenaran dan kejujuran adalah suatu keharusan di dalam  hubungan dokter pasien. Informed consent diberikan kepada  pasien berdasarkan informasi yang benar dan jujur.

Data Pustaka :
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009
Konsil Kedokteran Indonesia. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia. DepKes. Jakarta: 2006.
Hanafiah, M. Yusuf., Prof.Dr.SPOG & Amri Amir, Dr.SpF., 1999, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Norman F, Kenneth J,dkk. Obstetrics Williams (Editor), Steven L. Clark, Katharine D. Wenstrom.  Williams Obstetrics 23rd Ed: McGraw-Hill Professional

dr.Anton Hilman
Dokter Internship Depkes di RSUD Malingping, Lebak, Banten 


No comments:

Post a Comment

Leave a Comment To My Blog Please,,, (^_^)

Stroke adalah Serangan Otak Gawat Darurat

Stroke   Stroke adalah Serangan Otak Gawat Darurat    ( Ilustrasi Stroke : https://theheartysoul.com/signs-of-strokes-in-women/) ...

POSTINGAN LAINNYA